Bukan romance, buka poetic, tapi tetep metaforis hahaha
Semua manusia yang didedikasikan hidup
di alam fana ini sebagai khalifah meyakini seteguh hati bahwa ada hari
lain yang jauh lebih nyaman dan asyik dibanding hari hari yang kita
jalani di dunia ini, yaitu akhirat.
Untuk
memperolehnya tentu butuh usaha keras. Pondasi niat menjadi pilar utama menuju hal itu, karena niat
berimplikasi terhadap semua aktifitas kekhalifahan di dunia, sedangkan
dunia sendiri adalah ladang akhirat.
Pesan
rasulullah kepada Abu Dzar “perbaharuilah perahumu, karena sesungguhnya lautan itu dalam". Ia mengumpamakan niat
sebagai perahu dan kehidupan ini seperti lautan yang dalam dan luas,
perahu untuk menampung semua unsur dan materi yang hendak di bawa ke akhirat, tempat yang damai dan asyik serta
membahagiakan.
Lautan
punya gelombang yang mampu menggeser manusia dari tujuan semula, yang
benar berubah menjadi salah, dari yang lurus menjadi belok, dari
pemberani menjadi pengecut, dari penyabar menjadi pemarah, serta ketersinggungan yang dominatif dan abadi bersemayam ke
dalam hati orang orang yang dibelokkan oleh gelombang lautan duniawi.
Makna
lain yang mungkin tersembunyi adalah buih, Lautan juga banyak dihuni
buih yang indah dalam panorama pandangan mata namun minus fungsinya.
Buih sebagai simbol bayang bayang duniawi yang ‘menipu’, besar secara
eksistensi akan tetapi kerdil secara substansi. Dengan berbagai rayuan keindahan, dunia mampu menjebak orang-orang bodoh terkurung
dalam langkah kehidupan praktis dan berorientasi ekonomis, ketimbang berbicara konsep ideologis, atau landasan
epietemologis.
Pendek kata, manusia adalah simbol kekhalifahan Allah secara total di dunia, sebagai
buku panduannya adalah al Qur'an dan petunjuk rasul utusan-Nya.
Sejatinya yang
menjadikan manusia tidak mampu adalah karena malas dan keengganannya
dalam melaksanakan tugas kekhalifahan. Tentu, masih ada
kamus yang dirujuk oleh orang orang yang berstatus tidak becus dengan
mengatakan “tidak bisa”, tetapi tidak ada kamus yang dapat menjawab
sebuah problema mana kala yang dikatakan adalah “saya malas”.
Disitulah efektifitas perbaikan niat untuk menggapai kebahagiaan di akhirat.
Disitulah efektifitas perbaikan niat untuk menggapai kebahagiaan di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar